Jumat, 31 Juli 2015

Sadar diri

Ku akui kalau aku pantas kau ragukan
Ku akui kalau aku pantas kau tinggalkan
Sebab... Aku hanya kepahitan bagimu
Sepanjang kebersamaan kita aku belum pernah bisa membuatmu tersenyum
Yang selalu ku ingat dan seringkali terngiang
Kau selalu tertunduk menangis di hadapanku

Bagaimana aku akan bisa membuatmu tersenyum kalo wajahku saja selalu terlihat murung
Bagaimana sempat aku berfikir tentang membeli cincin dan menyewa baju pengantin
Sedang memikirkan nasibku sendiri saja aku sangat prihatin
Aku ini merasa bagai dalam sanderaan yang akan menghadapi persidangan
Yang tak tahu entah aku ini selamat atau tidak di bebaskan atau di penjarakan dalam siksanya...

Bagaimana aku akan  bisa membuatmu bahagia...
Pada malam malam
Pada kesendirian
Aku berfikir... Bagaimana jika persidangan segera di mulai
Bagaimana sekiranya malaikat maut tiba tiba datang menjemputku
Dengan cara apa dan bagaimana ia akan mencabut ruh ku
Dari sisi mana dan dalam keadaan seperti apa.. Beruntungkah...
Atau celakakah....?
Lalu setelah itu aku akan di mintai prrtanggung jawaban atas segala perbuatanku
Aku resah
Aku gelisah
Aku takut
Aku gemetar....
Tangan ini.. Kaki ini.. Mata ini.. Telinga ini... Yang selalu setia menemani hari hariku,, kelak akan menjadi saksi dalam persidangan sang pencipta
Mulut yang biasa membelaku bahkan ia merupakan senjata andalan untuk mengalahkan setiap lawanku kelak akan di bungkam tanpa daya
Mengingat itu saja... Mulutku menjadi kering lidahku kelu.. Aku menjadi gemetaran tubuhku kaku.. Ini bukan lagi kaku tapi ini sudah membeku.. Aku menggigil lebih dari tempat yang paling dingin...
Lalu bagaimana aku akan bisa membuatmu bahagia..
Bagaimana aku dapat berfikir berpestq di malam pengantin....

Jeng... Kau pilihlah jalan yang lurus nan murni dengan hidup yang penuh warna warni dan buatlah hidupmu nenjadi lebih berarti

Sentuhan asmara

Senja itu tak pernah ku lupa
Tatkala hasrat mulai meronta
Meraju cinta melabuhkan asa
Dalam desus angin
yang menghantarkan bisik lembut
sekelumit bibir manis manja
Menggumam ungkapan sebuah rasa
Yang tlah lama terpendam bag mutiara

Ku pandangi dua ekor rajawali masih terbang dengan gagahnya
Mungkin karna ia gengsi padaku bila harus bergegas pulang tuk menata sarang dan selimut tidurnya
Sementara matahari masih bercumbu mesra dengan anak para nelayan
Aku tertegun dan terus mengawasinya
Namun tiba tiba lamunanku tersadarkan oleh merdu adzan magrib dari sebuah surau bambu yang tak jauh dari TEmpatku berada